Hari ini kita hidup dalam negara demokrasi. Tapi anehnya, di balik sistem yang katanya “rakyat berdaulat”, justru ada segelintir elite—khususnya dari kelompok yang mengklaim warisan kekuasaan budaya Jawa—yang hidup dan berkuasa seperti raja.
Feodalisme Berkedok Adat
Jangan salah. Feodalisme tidak harus selalu berbentuk istana dan kereta kencana. Feodalisme hari ini bisa muncul lewat budaya “ewuh pakewuh”, loyalitas membabi buta, dan sistem sosial yang membuat satu kelompok selalu berada di atas. Di banyak tempat, khususnya di wilayah yang kental budaya Jawa, kekuasaan bisa berjalan tanpa kontrol rakyat. Raja boleh bicara, rakyat cukup diam dan menyembah.
Korupsi dan Kekuasaan yang Terlalu Leluasa
Ada banyak kasus korupsi besar yang pelakunya berasal dari struktur elit yang kuat di Jawa. Mulai dari kepala daerah, pejabat pusat, sampai tokoh adat. Apakah ini kebetulan? Atau memang karena sistem kuasa di Jawa terlalu “lancar”, sehingga siapa pun yang naik ke atas merasa bisa berbuat sesuka hati tanpa takut ditegur?
Di luar Jawa, banyak sistem kekuasaan lebih terbuka dan dinamis. Tapi di Jawa, terutama di daerah yang masih menjunjung tinggi kasta sosial adat, pejabat yang korup bisa tetap dipuja karena gelar, darah biru, atau pengaruh kultural.
Apakah Ini Warisan Atau Kelemahan?
Kita sering bangga menyebut budaya Jawa sebagai budaya luhur, penuh unggah-ungguh dan sopan santun. Tapi ironisnya, sopan santun itu sering dipakai untuk membungkam kritik, membungkus arogansi, dan mengamankan kesewenang-wenangan. Sopan bukan berarti tunduk. Hormat bukan berarti membisu.
Waktunya Kita Membongkar "Aura Suci" Kekuasaan
Bangsa ini tidak akan maju kalau masih ada segelintir orang yang merasa berhak mengatur semuanya karena leluhurnya dulu pernah berkuasa. Demokrasi berarti semua orang punya hak yang sama untuk bersuara, bukan disuruh diam karena “tidak punya darah biru”.
Penutup
Mungkin yang kita butuhkan bukan lagi raja, bukan lagi gelar, bukan lagi kasta. Yang kita butuhkan adalah pemimpin yang jujur, terbuka, dan siap dikritik. Budaya tidak boleh jadi tameng bagi tirani. Dan Jawa yang agung pun harus siap dikoreksi.